ResensiNovel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye Identitas Novel Hafalan Shalat Delisa. Sinopsis Novel Hafalan Shalat Delisa. Novel ini menceritakan seorang anak perempuan berumur enam tahun yang bernama Unsur Intrinsik Novel Hafalan Shalat Delisa. Delisa bandel menarik bantak. Ditaruh di
- Hafalan Shalat Delisa merupakan novel fiksi bertema religi karangan Tere Liye yang terbit pertama kali pada 2007. Novel ini berkisah tentang peristiwa Tsunami Aceh yang terjadi pada 2004. Penceritaannya berfokus pada sudut pandang anak berusia 6 tahun bernama yang berlatar di Nanggroe Aceh Darussalam tersebut menandai debut Tere Liye sebagai pengarang. Pada tahun yang sama, Tere Liye juga menerbitkan Novel keduanya berjudul Mimpi-mimpi Si Patah tsunami yang diangkat Tere Liye dinilai sangat tepat. Sebab, novel itu berkaitan dengan bencana yang baru saja terjadi setahun sebelumnya. Di tambah lagi, sudut pandang cerita itu berfokus pada ketakutan gadis cilik yang menyaksikan langsung peristiwa Tsunami novel pertama Tere Liye itu membuat Kharisma Starvision Plus tertarik untuk mengadaptasinya ke layar lebar. Enam tahun setelahnya, tepatnya pada 2011, cerita dalam novel itu diangkat menjadi film. Nama Sony Gaokasak terpilih sebagai juga Sinopsis Novel Ayat-ayat Setan Karya Salman Rushdie Sinopsis Novel "Geez & Ann" Karya Rintik Sedu yang Difilmkan Sinopsis Novel Hafalan Shalat Delisa Hafalan Shalat Delisa berlatar tragedi Tsunami Aceh yang terjadi pada 2004. Dalam novel ini tersirat nilai keikhlasan yang dirajut oleh Tere Liye dengan cukup mulus melalui sudut pandang anak-anak. Kisah bermula dari sebuah keluarga di Lhoknga, Aceh, yang selalu mengamalkan ajaran Islam dalam kesehariannya. Mereka adalah keluarga Umi Salamah dan Abi Usman, yang memiliki empat anak yakni Alisa Fatimah, si kembar Alisa Zahra & Alisa Aisyah, dan si bungsu keempat anak itu terpaksa hanya tinggal bersama ibunya, karena abinya bekerja sebagai mekanik kapak. Pekerjaan itu membuatnya hanya bisa pulang 3 bulan sekali, bahkan terkadang lebih begitu, ajaran Islam yang sudah mengakar di keluarga tersebut terus dipertahankan. Setiap subuh, umi selalu mengajak anak-anaknya salat berjamaah. Awalnya, Delisa sulit mengikuti kebiasaan itu. Namun, kakak-kakaknya mengajarinya dengan sabar. Setiap salat berjamaah, Aisyah melantangkan suara bacaannya agar Delisa bisa mengikuti. Suatu hari, Delisa mendapat tugas dari sekolahnya untuk menghafal bacaan salat. Si bungsu berusaha memenuhi tugas itu dengan baik. Apalagi, umi menjanjikannya hadiah berupa kalung emas jika Delisa berhasil menghafal bacaan ujian tiba, tepat pada 26 Desember 2004. Namun, terjadi peristiwa memilukan saat tiba pada giliran ketika Delisa sampai pada bacaan takbiratulihram, bangunan sekolah tiba-tiba bergetar hebat. Genting-genting berjatuhan, papan tulis yang menempel di dinding terlepas, berdebam menghajar lantai. Tak lama setelahnya air laut naik ke daratan. Gelombang air menerpa dinding luar sekolah. Akan tetapi, Delisa tak memedulikan hal itu. Ia tetap khusuk melafalkan bacaan salat yang sudah lama ia tubuh Delisa terpelanting, lalu terseret ombak. Namun, untungnya ia selamat. Tubuhnya tersangkut di semak belukar. Seorang prajurit marinir Amerika Serikat, Smith, berhasil menemukan Delisa tetapi dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Tubuhnya penuh luka, lengan kanannya dan kakinya patah. Delisa pun dibawa ke Kapal Induk John F. dioperasi, kaki kanannya diamputasi. Siku tangan kanannya di-gips. Luka-luka kecil di kepalanya dijahit. Muka lebamnya dibalsem tebal-tebal. Lebih dari seratus baret di sekujur itu, tiga kakak perempuan Delisa, Aisyah, Fatimah, dan Zahra, tak terselamatkan. Mayatnya ditemukan sedang berpelukan. Hanya Umi Salamah yang belum pandangan Smith, apa yang terjadi pada Delisa adalah sebuah keajaiban. Gadis kecil itu bisa selamat padahal peluangnya begitu kecil. Karena peristiwa itu, Smith memutuskan menjadi mualaf dan mengganti namanya menjadi minggu setelah dirawat di Kapal Induk, Delisa diizinkan pulang. Delisa dipertemukan dengan sang ayah, yang tidak tahu menahu tentang peristiwa itu karena sedang berlayar ke tempat nun jauh. Abi pun membawa Delisa pulang ke Lhok Nga, tepatnya di tenda pengungsian. - Sosial Budaya Kontributor Olivia RianjaniPenulis Olivia RianjaniEditor Muhammad Fadli Nasrudin Alkof
SinopsisNovel ini menceritakan seorang anak perempuan berumur enam tahun yang bernama Delisa. Delisa adalah seorang anak yang lugu, polos, dan suka bertanya. Ia anak bungsu dari empat bersaudara dalam keluarganya, kakak-kakaknya bernama Cut Fatimah, Cut Zahra, dan Cut Aisyah. Mereka berdomisili di Aceh, tepatnya di Lhok Nga. 0% found this document useful 0 votes470 views14 pagesCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes470 views14 pagesResensi Novel Hafalan Shalat DelisaJump to Page You are on page 1of 14 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 12 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. TsunamiMerenggut Kebahagiaanku Resensi Novel Hafalan Shalat Delisa Ruang Resensi | Ahad

Resensi Novel Judul Buku Hafalan Shalat Delisa Judul Resensi Ketegaran dibalik Perjuangan Delisa Pengarang Darwis Tere Liye Penerbit Republika Tahun Terbit XIII, Januari 2011 Tebal Buku 266 Halaman Harga Buku Subhanallah, dengan rapinya Tere Liye menggambarkan perihnya kehidupan seorang gadis kecil tokoh utama dalam novel ini bernama Delisa, gadis kecil asal Lhok-Ngah Aceh berusia 6 tahun ini penggemar warna biru, penggemar coklat, berambut keriting, bermata hijau, kulit putih kemerahan dan sangat hobi dengan bermain sepak bola. Ia cerdas, polos dan suka bertanya, sehingga sangat menggemaskan bagi orang-orang yang berada didekatnya. Delisa tinggal bersama umminya bernama Salamah dan ketiga kakaknya bernama Cut Alisa Fatimah, kedua kakak Delisa yang kembar bernama Cut Alisa Zahra dan Cut Alisa Aisyah. Ayahnya yang biasa dipanggil Abi bernama Usman, beliau bekerja dikapal tanker dan baru pulang setiap 3 bulan sekali. Delisa akan menempuh ujian diSekolah Dasarnya di Lhok Ngah, ujiannya yakni untuk dapat menghafal bacaan shalat dengan baik dan benar serta mendapat predikat lulus dari gurunya bernama bu guru Nur, ujian yang akan ditempuh Delisa sama halya dengan ketiga kakaknya yang terdahulu sudah lulus ujian hafalan shalat, seperti sebuah tradisi dikeluarga Delisa yakni jika lulus ujian hafalan shalat maka ummi akan memberi hadiah kalung, ketiga kakaknya sudah memiliki kalung itu. Delisa sangat termotivasi akan hadiah yang diberikan ummi sebuah kalung yang sudah ia beli dengan ummi di toko mas paten, pemiliknya bernama Koh Acan keturunan China. Pada saat memilih, Koh Acan menawarkan sebuah kalung emas seberat 2 gram berinisial huruf D untuk Delisa, ia pun mulai antusias untuk segera memilikinya. “Kalung, yang sugguh tanpa didasari Delisa, akan membawanya ke semua lingkaran mengharukan cerita ini”. Ahad 26 Desember 2004 Ujian hafalan shalat Delisa pun dimulai, ummi Salamah menunggu diluar kelas beserta wali murid yang lainnya. Cut Alisa Delisa, suara bu guru Nur memanggil Delisa untuk segera mempersiapkan diri maju didepan, mukena berwarna biru menutupi seluruh tubuhnya. Delisa mempraktekkan hafalan shalatnya didepan kelas. tiba-tiba ketika ussai ber-takbiratul-ihram pada kata wa-ma-yaya, wa-ma-ma-ti, dasar bumi, lantai bumi retak seketika, tanah bergetar dahsyat menjalar menggetarkan dunia ratus ribuan kilometer. Air laut seketika mendidih, tersedot kerekahan maha luas. Gempa berkekuatan 8,9 SR itu membuat air laut teraduk, Tsunami menyusul menyapu seisi daratan. Namun Delisa yang menanamkan dengan baik nasehat ustadznya ketika shalat hanya ada satu dipikiran, tetap khusyu’ dan terus saja melafalkan bacaan-bacaan shalat, karena ia hanya menempatkan satu fokus, kepada Allah. Tapi tsunami terlalu kuat untuk sekedar menghayutkan tubuh lemahnya, hingga kemudian membiarkan Delisa terdampar di antara semak belukar. Enam hari ia tak sadarkan diri, ketika sadar ia menemukan kakinya terjepit, Delisa hanya bisa terbaring lemah hingga akhirnya salah seorang prajurit Amerika menemukannya, kemudian ia bawa dan dirawat oleh sukarelawan diatas kapal angkatan laut Amerika. Delisa masih saja tak sadarkan diri, sampai ketika seorang ibu yang dirawat disampingnya melakukan shalat tahajud dan melafalkan do’a bacaan shalat. Delisa akhirnya sadar, dan harus menerima kenyataan bahwa kakinya harus diamputasi dan ia harus menerima beberapa luka jahitan disekujur tubuhnya. Tapi dibalik semua itu, Delisa masih bisa bertemu dengan abinya. Delisa bukanlah gadis kecil berusia enam tahun yang biasa saja, ia mampu menjadi lebih dewasa dan kuat dibalik usianya. Ia memulai kembali kehidupan baru bersama abinya di posko-posko pengungsian, kembali bersekolah yang baru dibuka oleh sukarelawan. Tetapi satu hal yang Delisa sesalkan adalah hilangnya hafalan-hafalan bacaan shalat. Seketika ia sadar bahwa selama ini, ia tak tulus menghafalkannya. Ia menghafal demi imbalan coklat dari ustadznya dan kalung dari umminya. Sejak saat itu, ia bertekad untuk kembali menghafalkannya terlebih setelah suatu hari ia bermimpi bertemu dengan umminya yang memintanya untuk tetap menyelesaikan hafalan shalatnya kembali. Hari itu tiba, teman-teman Delisa dan kak Ubay salah seorang sukarelawan PMI, usai bermain-main, kak Ubay mengimami mereka semua untuk melaksanakan shalat Ashar berjama’ah. Untuk pertama kalinya, Delisa mampu menyelesaikan shalatnya dengan sempurna, tanpa tertinggal ataupun terbalik dari setiap bacaannya. Ia berhasil menempatkan satu fokus dari takbiratul ikhram hingga berakhirnya salam kedua. Selesai shalat Ashar, Delisa pergi kesungai untuk mencuci tangan. Ia melihat pantulan cahaya matahari senja dari sebuah benda yang terjuntai di semak belukar, berada di seberang sungai. Mendadak hati Delisa bergetar. Delisa berkata “ya Allah, bukankah itu seuntai kalung?”. Ternyata Delisa benar, benda itu adalah sebuah kalung yang berinisial D, untuk Delisa, yang dijanjikan oleh ibunya ketika ia berhasil melewati ujian hafalan shalat, yang membuat Delisa bertambah terkejut kalung itu ternyata bukan tersangkut di dahan, tetapi tersangkut di pergelangan tangan, yang sudah sempurna menjadi kerangka manusia, putih belulang, utuh bersandarkan semak belukar tersebut. Tangan itu adalah jasad tangan ummi yang sudah 3 bulan lebih menggenggam kalung emas seberat 2 gram berinisial huruf D, untuk Delisa. Delisa kini tersadar bahwa keikhlasan lah yang mampu membuat Delisa mampu menghafal bacaan shalat. Bukan untuk hadiah kalung tersebut, namun untuk mendo’akan ummi Salamah, Kak Fatimah, kak Zahra dan kak Aisah di surga. Novel Hafalan Shalat Delisa ini dibaca hingga usai sangat menyentuh hati pembaca termasuk saya sendiri, menurut saya novel ini sangat bagus untuk dibaca semua kalangan, baik anak-anak maupun remaja bahkan orang tua sekalipun. Pesan yang tersirat dalam novel ini memberikan banyak inspirasi bagi para pembacanya. Isi novel ini penuh dengan perenungan bagi siapa saja yang khusyu’ mengkhayati alur cerita ini, isi cerita dibalut dengan suasana tegang, haru, serta menonjolkan keharmonisan keluarga berbalut Islami ditengah pulau Lhok Ngah Aceh dan memiliki makna tersendiri bagi penikmat novel ini. Bahasa yang digunakan sederhana sehingga mudah dipahami pagi penikmat pembaca, serta penulis menyajikan imajinasi untuk para pembaca mengenai alur dan setting cerita tersebut mengenai tsunami di Aceh tahun 2004 dan kehidupan usai dilanda bencana menggetarkan dunia tersebut. Novel yang diciptakan oleh Tere Liye dengan aliran romantis sentimentalis ini, mampu membuat para penikmat membaca menciptakan suasana romantis dan mengesankan. Kekurangan yang ada dinovel ini penulis terlalu tinggi atau berlebihan menggambarkan sifat tokoh anak pada novel ini. Selain berwujud dalam sebuah buku, novel Hafalan shalat Delisa ini, sudah difilmkan pada tanggal 22 Desember 2011. Film “Hafalan Shalat Delisa” adalah sebuah film yang diangkat dari novel berjudul sama, karya Tere Liye. Novel ini memang terkenal lantaran ceritanya yang begitu menyentuh, tentunya akan ada perbedaan ketika novel ini diangkat ke layar lebar. Demi menjaga perasaan warga Aceh, lokasi pengambilan gambar memang sengaja tidak dilakukan di daerah aslinya, melainkan di daerah Ujung Genteng dan Bogor. Perbedaan yang menonjol di film ini yakni, sang produser tidak terlalu banyak menciptakan sentuhan didalam film ini melainkan banyak menghilangkan adegan yang seharusnya ditampilkan. Padahal di novel sebelumnya pengarang lebih menonjolkan suasana yang tegang, haru dan mengesankan terlebih dengan suasana keluarga yang bahagia didalam novelnya, tetapi di film ini hampir keseluruhan adegan ini 60 persen produser menceritakan pasca kejadian tsunami Delisa dengan Abinya memulai kehidupan baru. Tokoh utama yakni Delisa yang diperankan Chantiq pemeran Delisa sangat berbeda dengan Delisa yang di dalam novelnya digambarkan sebagai anak lucu, berambut ikal, berwarna pirang dan bermata hijau. Delisa sangat lucu dan menggemaskan karena penampilannya yang mirip dengan bule, berbeda dengan anak Lhok Ngah lainnya. Sedangkan di filmnya, penampilan Delisa nampak tidak jauh berbeda dengan anak-anak lainnya, seperti amat hitam, rambut lurus, dan kulit sedikit gelap, dan tidak terlalu menggemaskan. Pada gambar diatas, ketika Delisa terdampar setelah hanyut dibawa gelombang tsunami yang sangat dahsyat serta terhantam oleh benda-benda keras, sehingga mukanya tidak semulus pada adegan tersebut. Terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara film dengan novel yang digambarkan oleh Tere Liye, bagi yang belum membaca novelnya ini adalah kondisi yang digambarkan oleh Tere Liye, sang penulis dalam novelnya. “muka Delisa biru lebam, sekujur tubuhnya juga penuh baret dan luka, sisa guratan pohon kelapa, ranting-ranting pohon lainnya, benda-benda yang menghantam tubuhnya sepanjang terseret gelombang tsunami, juga semak-semak yang sekarang mencengkeram kaki kanannya”. Perbedaan yang sangat menonjol diakhir film ini, dengan cerita novel yang dituliskan oleh Tere Liye. Delisa, menemukan jasad umminya, diseberang sungai, ketika shalat Ashar. Dari seberang sungai itu, Delisa sebenarnya hampir tidak mengenali jasad yang berada di semak belukar, hanya saja kalung yang berinisial D untuk Delisa begitu bercahaya, seakan-akan pertanda bahwa itu lah umminya. Kutipan novelnya “kalung itu ternyata tersangkut didedahanan. Tidak juga tersangkut di dedaunan. Tetapi kalung itu tersangkut ditangan yang sudah menjadi kerangka. Sempurna kerangka manusia putih. Tulang-belulang utuh, bersandarkan semak belukar tersebut”. Ini adalah kutipan asli pada novelnya, bahkan saat membaca saya terharu dan sempat menangis. Tetapi jika ditonton filmnya, saya kecewa dengan endingnya. Bayangkan mayat yang terombang-ambing oleh gelombang tsunami, masih dalam keadaan utuh ketika didapati 3 bulan kemudian. Padahal dalam novelnya, Delisa hanya dapat mengenali jasad umminya, karena jasad yang tinggal kerangka tulang itu memegang kalung berinisial D untuk Delisa. Deskripsi novel jauh berbeda dengan difilmnya. Novel Delisa lebih membawa emosi kepada pembacanya. Begitu detail dan klimaks untuk beberapa adegan, bahkan saya sempat meneteskan air mata.

IDENTITASBUKU HAFALAN SHALAT DELISA. HAFALAN SHALAT DELISA Pengarang :Tere Liye ISBN :-5 Terbit :Jakarta, 2008 Halaman :v + 248 Halaman Berat :150 gram Dimensi :13.5 X 20.5 Cm Cover :Soft Cover. BERAPA HARGA BUKU HAFALAN SHALAT DELISA ? Harga buku HAFALAN SHALAT DELISA adalah Rp 57.000,-DIMANA BELI BUKU HAFALAN SHALAT DELISA ? Oleh Imam Maulana, Editor M. Izzudin Judul Hafalan Shalat Delisa Pengarang Tereliye Penerbit Republika Tebal buku vi + 266 halaman Luas buku x cm Novel ini menggambarkan keluarga kecil yang bahagia. Di sebuah daerah dekat Banda Aceh bernama Lhok Nga, keluarga Abi Usman tinggal dan menjalani kehidupan sehari hari. Abi Usman mempunyai seorang istri cantik nan sholehah. Mereka dikaruniai empat bidadari. Cut Aisyah,yang jahil dan suka menggoda Delisa, Cut Zahra yang pendiam, Cut Fatimah yang gemar membaca buku, serta Delisa, anak kecil yang imut dan menggemaskan yang juga memiliki gaya berfikir yang berbeda dari anak- anak lain seusianya. Delisa memiliki tujuan yang kuat untuk bisa menghafalkan bacaan sholat. Ia mengiginkan shalat yang sempurna lengkap dengan bacaannya. Selama proses menghafal, Cut Aisyah ditugaskan ummi untuk mengeraskan bacaannya ketika sholat agar Delisa bisa mendengar dan mengikuti. Delisa menghafal dengan penuh semangat, apalagi ummi berjanji akan memberikan hadiah kalung jika Delisa bisa menyelesaikan hafalan bacaan shalatnya. Delisa makin semangat untuk mendapatkan kalung berliontin huruf D yang akan diberikan umminya. D untuk Delisa. Delisa semangat bukan main menghafalkan kalimat demi kalimat bacaan sholatnya dengan nyaris sempurna . Tibalah waktu ujian hafalan sholat yang diadakan oleh Ibu Guru Nur di sekolah. Pagi itu ummi mengantar Delisa ke sekolah. Ketika Delisa mendapat giliran, Shalatlah Ia dengan mantap diiringi dengan retaknya lantai laut Aceh. Saat gempa mengguncang Delisa tak bergeming . Ia mencoba berfikir satu seperti apa yang dikatakan oleh guru TPA nya, Ustadz Rahman, lewat sebuah kisah para sahabat Nabi yang melakukan sholat dengan khusu’. Semua berjalan begitu cepat. Delisa yang sedang menikmati keindahan sholatnya hanyut digulung air bah. Dalam kondisi setengah sadar ia masih melafalkan bacaan shalatnya hingga dunia menjadi gelap. Dalam waktu singkat Lhok Nga sudah porak poranda. Delisa tersangkut di semak-semak selama seminggu. Namun ia masih bisa bernafas sampai parajurit Amerika, Smith, menemukannya dengan luka robek dan lebam di sekujur tubuh. Delisa mendapatkan perawatan namun sayang kaki kanannya harus diamputasi karena sudah bernanah. Abi Usman yang sudah mendengar berita bencana ini pun tiba di Lhok Nga. Meratapi keluarganya yang sudah berada dipelukan Ilahi usai mendengar informasi dari koh Achan bahwa ketiga anaknya sudah dimakamkan. Hingga suatu waktu Abi Usman melihat selembar kertas bahwa anak bungsunya selamat. Akhirnya mereka berdua bertemu Delisa dan Abi Usman menjalani kehidupan yang baru. Namun, Delisa diganggu dengan bayangan hafalan sholatnya yang hilang entah kemana. Delisa terus berjuang. Petunjuk–petunjuk Allah disajikan dalam bebagai versi di cerita ini. Seperti di versi terakhir, ketika Delisa bermimpi bertemu umminya yang menyuruh Delisa menyelesaikan hafalannya. Saat itu Delisa sadar bahwa selama ini yang mempersulit dirinya adalah apa yang dia kerjakan belum sempurna karena Allah. Dan ketika tekadnya sudah untuk Allah semata, Allah pun memudahkanya menghafal bacaan sholat secara lengkap serta memberikan hadiah kalung berliontin D yang tergenggam di jemari mayat ibunya Tokoh selain yang disebutkan pada ulasan di atas antara lain; Shofie, Kak Ubai, Tiur, Teuku Umam , Sersan Ahmed, dokter Elisa, dokter Peter dan Ibu Ani. Semua tokoh sangat berperan mengisi keharmonisan cerita ini Keunggulan dari novel ini adalah penulis sangat mampu membawa pembaca masuk ke dalam cerita. Sehingga pembaca bisa merasakan haru, bahagia, sedih, dan semua perasaan yang ada di dalamnya. Penulis juga banyak membubuhkan catatan kaki berupa pengaduan kepada Ilahi tentang apa yang dialami oleh tokoh. Hal ini menambah bumbu cerita ini Kelemahan dalam buku ini tidak banyak. Pada sub bab ”Delisa Cinta Umi Karena Allah” terdapat kesalahan pengetikan. Tetapi secara keseluruhan buku ini sangat bagus. Buku ini sangat bisa dibaca oleh berbagai kalangan. Dalam cerita ini terdapat banyak nilai-nilai islami yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun buku ini sudah diadopsi menjadi film namun percayalah, membaca bukunya jauh lebih berkesan dan menyayat perasaan kita. 4QJ5.